Pemerintah Finance

Purbaya Ingatkan: Jangan Meres, Perlakukan Pembayar Pajak dengan Baik

Purbaya Ingatkan: Jangan Meres, Perlakukan Pembayar Pajak dengan Baik

Pesan Tegas Purbaya Soal Perlakuan Terhadap Wajib Pajak

sahabatmedia.com – Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Purbaya Yudhi Sadewa, kembali menegaskan pentingnya sikap ramah pemerintah dalam melayani masyarakat, khususnya mereka yang taat membayar pajak. Dalam sebuah pernyataan publik terbaru, Purbaya menyampaikan bahwa aparat dan lembaga terkait tidak boleh “meres” atau memperlakukan pembayar pajak dengan sikap arogan.

Menurutnya, pajak adalah sumber utama penerimaan negara yang menopang pembangunan. Jika wajib pajak merasa diperlakukan buruk, itu bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan publik. Padahal, tanpa kepercayaan masyarakat, sistem pajak tidak akan berjalan dengan baik.

Purbaya menekankan bahwa setiap petugas pajak harus mengubah pola pikir. Alih-alih melihat wajib pajak sebagai pihak yang hanya “harus ditarik uangnya”, mereka harus dianggap sebagai mitra dalam membangun bangsa. Dengan pendekatan itu, masyarakat akan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk patuh pajak.

Latar Belakang: Kenapa Peringatan Ini Penting?

Isu pelayanan pajak sebenarnya sudah lama jadi sorotan. Banyak masyarakat mengeluhkan adanya sikap kaku, bahkan kadang arogan, dari oknum petugas pajak saat memberikan layanan. Situasi ini membuat sebagian orang enggan berurusan dengan kantor pajak meskipun mereka adalah wajib pajak yang taat.

Purbaya menilai, paradigma lama ini harus diubah. Negara tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan regulasi atau sanksi. Yang lebih penting adalah membangun kepercayaan. Jika masyarakat merasa diperlakukan dengan baik, mereka akan lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih taat membayar kewajiban pajaknya.

Pernyataan ini juga muncul di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan. Pemerintah butuh penerimaan pajak yang stabil untuk menopang APBN, sementara masyarakat butuh keyakinan bahwa uang pajak mereka dikelola dengan baik. Hubungan timbal balik inilah yang ditekankan oleh Purbaya.

Perlunya Budaya Pelayanan yang Ramah

Dalam banyak kesempatan, Purbaya menegaskan bahwa pembayar pajak adalah aset bangsa. Tanpa mereka, mustahil pemerintah bisa membiayai pembangunan, pendidikan, kesehatan, hingga program sosial lainnya. Karena itu, logikanya sederhana: siapa yang membiayai negara, harus diperlakukan dengan hormat.

Budaya pelayanan ramah bisa dimulai dari hal-hal kecil. Misalnya, petugas pajak menyapa dengan baik, membantu menjelaskan aturan dengan sabar, hingga menyediakan layanan yang cepat dan transparan. Meski terlihat sepele, hal-hal semacam ini punya dampak besar pada persepsi masyarakat.

Di era digital, pemerintah juga sudah mulai beralih ke sistem online, seperti e-filing dan e-billing. Namun, Purbaya menilai sistem secanggih apa pun tidak akan maksimal jika sikap petugas di lapangan masih jauh dari kata bersahabat. Karena itu, perbaikan budaya kerja jadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.

Hubungan Pajak dan Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik adalah modal utama dalam sistem perpajakan. Tanpa itu, penerimaan negara akan rentan terganggu. Negara-negara maju sudah lama mencontohkan bagaimana pelayanan yang baik berdampak langsung pada kepatuhan pajak.

Purbaya mencontohkan bahwa di beberapa negara, kantor pajak bahkan dianggap sebagai “teman” yang membantu masyarakat memahami kewajiban finansial mereka. Jika Indonesia ingin menuju arah yang sama, maka langkah pertama adalah memperlakukan wajib pajak dengan ramah dan tanpa sikap merendahkan.

Selain itu, Purbaya juga menyoroti soal transparansi. Masyarakat ingin tahu ke mana pajak mereka digunakan. Jika pemerintah bisa menunjukkan bahwa pajak benar-benar kembali ke rakyat dalam bentuk layanan publik, maka kepercayaan itu akan semakin kuat.

Respon Masyarakat dan Pengamat

Pernyataan Purbaya tentang “jangan meres” mendapat sambutan beragam dari publik. Banyak masyarakat mendukung, karena merasa akhirnya ada pejabat yang berani bicara jujur tentang pelayanan pajak. Beberapa pengusaha menilai ini sebagai langkah positif untuk menciptakan iklim usaha yang lebih sehat.

Di sisi lain, para pengamat kebijakan publik menilai bahwa ucapan saja tidak cukup. Pemerintah harus segera menindaklanjuti dengan kebijakan nyata. Salah satunya dengan memperbaiki sistem rekrutmen dan pelatihan pegawai pajak, agar mereka lebih siap menghadapi masyarakat dengan pendekatan yang humanis.

Kritik juga muncul terkait integritas. Ada anggapan bahwa pelayanan buruk kadang dipengaruhi oleh praktek lama seperti pungutan liar atau sikap diskriminatif. Menurut pengamat, ini hanya bisa diatasi jika ada pengawasan ketat dan reformasi birokrasi yang konsisten.

Tantangan Reformasi Perpajakan di Indonesia

Meski reformasi perpajakan sudah berjalan bertahun-tahun, faktanya masih banyak tantangan. Mulai dari sistem yang rumit, kurangnya literasi pajak di kalangan masyarakat, hingga masih adanya oknum yang mencoreng nama baik institusi.

Purbaya sadar, mengubah semua itu tidak bisa instan. Namun, ia menekankan bahwa perubahan sikap petugas pajak adalah langkah awal yang penting. Jika masyarakat sudah merasakan adanya pelayanan lebih baik, mereka akan lebih terbuka dalam membayar pajak.

Tantangan berikutnya adalah soal konsistensi. Jangan sampai semangat melayani hanya gencar di awal, lalu kembali meredup. Pemerintah harus memastikan bahwa perubahan budaya kerja benar-benar berakar di setiap lini pelayanan pajak.

Kesimpulan

Pernyataan Purbaya: jangan meres, perlakukan pembayar pajak dengan baik adalah pengingat penting bagi aparat negara. Pajak adalah tulang punggung APBN, dan tanpa pembayar pajak, negara tidak akan bisa berjalan. Karena itu, melayani mereka dengan hormat bukan sekadar etika, tapi kewajiban moral.

Harapan ke Depan

Harapannya, ucapan Purbaya tidak berhenti sebagai wacana, tetapi diwujudkan dalam langkah nyata: mulai dari pelatihan petugas, pembenahan sistem layanan, hingga transparansi penggunaan pajak. Dengan begitu, kepercayaan publik akan meningkat dan penerimaan negara bisa lebih stabil.