Hukum Daerah Viral

Eks Bupati Sleman Sri Purnomo Jadi Tersangka Korupsi Hibah Pariwisata, Resmi Ditahan Kejaksaan

Eks Bupati Sleman Sri Purnomo Tersangka Kasus Korupsi Hibah Pariwisata

sahabatmedia.com – Kabar mengejutkan datang dari Yogyakarta. Mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020. Penetapan status tersangka ini dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) setelah melalui proses penyelidikan panjang dan pengumpulan alat bukti yang dinilai cukup kuat.

Menurut keterangan resmi dari Kepala Kejati DIY, Sumartono, penyidik menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah pariwisata yang bersumber dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung pemulihan ekonomi sektor pariwisata di masa pandemi COVID-19. Namun dalam praktiknya, ditemukan dugaan penyalahgunaan anggaran dengan nilai kerugian negara mencapai miliaran rupiah.

Sri Purnomo, yang menjabat sebagai Bupati Sleman periode 2010–2021, diduga berperan dalam proses pencairan dan pengalokasian dana yang tidak sesuai dengan ketentuan. Setelah pemeriksaan intensif selama beberapa jam, Kejati DIY resmi menahan Sri Purnomo untuk 20 hari pertama di Rutan Wirogunan, Yogyakarta.

Detail Kasus Korupsi Hibah Pariwisata Sleman

Dalam kasus ini, dana hibah yang diterima Pemerintah Kabupaten Sleman pada 2020 mencapai sekitar Rp 3,7 miliar. Dana tersebut diperuntukkan bagi pelaku usaha di sektor pariwisata, seperti hotel, restoran, dan tempat wisata, guna membantu mereka bertahan di masa pandemi.

Namun hasil audit dan pemeriksaan Kejati menunjukkan adanya pemotongan dan pengalihan dana hibah yang tidak semestinya. Beberapa penerima hibah bahkan mengaku tidak menerima dana sesuai jumlah yang dijanjikan. Ada pula indikasi bahwa sebagian dana dialirkan ke pihak-pihak yang tidak berhak menerima.

Selain Sri Purnomo, Kejati DIY juga telah menetapkan dua pejabat aktif di lingkungan Dinas Pariwisata Sleman sebagai tersangka pendamping. Mereka diduga ikut terlibat dalam proses verifikasi fiktif dan pencairan dana yang tidak sesuai prosedur.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIY, Maret Widodo, mengatakan bahwa penyidik telah mengantongi bukti kuat berupa dokumen, rekening koran, serta keterangan dari lebih dari 25 saksi. “Kasus ini bukan lagi soal administrasi, tapi sudah masuk ke ranah tindak pidana korupsi. Ada kerugian negara yang nyata,” ujarnya.

Reaksi Publik dan Pemerintah Daerah

Penetapan Sri Purnomo sebagai tersangka sontak menuai reaksi beragam dari masyarakat Sleman. Sebagian warga mengaku kaget karena selama menjabat, Sri dikenal sebagai sosok yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Namun ada pula yang menilai langkah Kejati sudah tepat sebagai bentuk penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sleman saat ini tengah berupaya menjaga stabilitas birokrasi agar tidak terganggu oleh kasus ini. Pj Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, yang juga istri dari Sri Purnomo, menegaskan bahwa dirinya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Kami serahkan semuanya kepada aparat penegak hukum. Pemerintah daerah tetap fokus pada pelayanan masyarakat,” ujarnya singkat.

Reaksi juga datang dari kalangan akademisi dan pengamat politik lokal. Dosen hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Satria Nugroho, menilai bahwa kasus ini menjadi pengingat penting soal tata kelola dana hibah yang sering rawan disalahgunakan. “Dana hibah punya celah besar untuk diselewengkan jika pengawasannya lemah. Kasus ini semestinya jadi momentum pembenahan sistem,” katanya.

Langkah Hukum Kejaksaan dan Proses Selanjutnya

Kejati DIY memastikan akan memperluas penyelidikan untuk menelusuri aliran dana hibah yang diduga diselewengkan. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang ditetapkan dalam waktu dekat.

“Penyidik sedang mendalami siapa saja yang mendapat keuntungan pribadi dari proyek hibah ini. Kami juga menunggu hasil audit lanjutan dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” ungkap Sumartono.

Selain penahanan, Sri Purnomo juga dikenakan pasal berlapis. Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ia dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.

Sumber internal kejaksaan menyebut, selama pemeriksaan, Sri Purnomo kooperatif dan mengakui sebagian perannya dalam pengelolaan hibah tersebut, namun membantah telah menikmati hasil korupsi. Ia beralasan bahwa sebagian keputusan administratif dilakukan oleh dinas teknis tanpa sepengetahuan langsung dirinya.

Dugaan Pola Sistemik dalam Korupsi Hibah Daerah

Kasus Sri Purnomo membuka kembali sorotan terhadap skema hibah pemerintah daerah yang selama ini kerap menjadi ladang penyimpangan. Dalam beberapa tahun terakhir, BPK mencatat banyak daerah yang tidak memiliki mekanisme pengawasan ketat terhadap dana hibah, terutama pada sektor pariwisata dan sosial.

Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), dana hibah menjadi salah satu pos anggaran paling rawan dikorupsi karena prosesnya tidak selalu transparan dan sulit diaudit secara mendalam. Pola yang muncul umumnya berupa mark-up, pemotongan dana, atau penunjukan penerima fiktif.

“Kasus di Sleman ini bukan yang pertama. Di banyak daerah, modusnya mirip: dana bantuan untuk masyarakat justru diselewengkan oleh pejabat,” ujar Koordinator ICW, Egi Primayogha.

Respons Kementerian Pariwisata dan Upaya Pembenahan Sistem

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan akan mengevaluasi total mekanisme penyaluran hibah pariwisata ke daerah. Menurut juru bicara Kemenparekraf, Rizky Dwinanda, pemerintah akan memperketat proses verifikasi dan memanfaatkan sistem digital agar penyaluran lebih transparan.

“Kami akan belajar dari kasus Sleman. Ke depan, semua proses verifikasi penerima hibah akan berbasis data real dan sistem daring. Tidak boleh lagi ada potensi penyimpangan,” katanya.

Kemenparekraf juga menegaskan bahwa dana hibah pariwisata harus benar-benar tepat sasaran untuk membantu pelaku usaha kecil menengah (UMKM) di sektor wisata yang terdampak pandemi, bukan malah menguntungkan pejabat.

Dukungan dan Harapan Warga Sleman

Di sisi lain, masyarakat Sleman berharap kasus ini tidak berdampak negatif terhadap citra daerah maupun stabilitas pemerintahan. Beberapa pelaku usaha wisata justru mendukung langkah Kejati untuk menegakkan keadilan.

“Kalau memang ada korupsi, ya harus ditindak. Selama ini banyak pelaku wisata kecil yang merasa tak pernah menerima bantuan hibah, padahal datanya katanya sudah cair,” ujar Teguh Santoso, pemilik homestay di Kaliurang.

Warga juga berharap agar kasus ini bisa menjadi momentum bersih-bersih birokrasi di Sleman. Mereka menilai penegakan hukum yang tegas bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

Transparansi dan Integritas Jadi Kunci

Pelajaran dari Kasus Sri Purnomo

Kasus Sri Purnomo tersangka korupsi hibah pariwisata menjadi cermin bahwa integritas pejabat publik masih menjadi tantangan besar di level daerah. Transparansi dan pengawasan ketat harus jadi prioritas agar bantuan pemerintah benar-benar dirasakan masyarakat.

Harapan Publik untuk Penegakan Hukum yang Adil

Publik kini menunggu langkah tegas dari Kejati DIY untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar. Penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu diharapkan bisa menjadi sinyal kuat bahwa praktik korupsi, sekecil apa pun, tak bisa lagi ditoleransi di pemerintahan daerah.